Welcome, Lonely Hearts, to the place where loneliness is celebrated. Rejoice, for your search and longing is the sign that you are living.

You might think this is just an illusion. Who knows, it might be your reflection

July 21, 2014

Tentang Nama

Namanya Prima.

Satu dari sekian nama yang tidak dapat dimengerti.

Apa yang kamu harapkan dari sebuah nama? "Nama itu do'a". Begitu kata orang-orang yang sering masuk ke sebuah ruang beralaskan gambar kubah. Apakah orang tuaku yang memberikan nama itu kepadanya? Prima. Apa yang diharapkan dari nama itu? Prima dalam melakukan semua hal? Rasanya dia tidak ingin melakukan semuanya dengan prima. Mungkin juga dia punya arti sendiri mengenai kata Prima. Entah. Entah. Masih ada dipikirannya, siapa yang memberikan nama itu.

Ayah?

Oh, ayah yang hilang itu. Seumur hidupnya dia tidak pernah melihat ayahnya. Entah apa yang terjadi, ibunya tak pernah bilang. Yang dia tahu adalah ibunya sangat membenci sosok ayah.

Ibu?

Kalau ibu yang memberikan nama itu, apa yang kau harapkan, bu? Aku cuma anak cina yang lahir di lingkungan yang kotor. Kotor akan budaya. Itu pikirnya.

Aku lelah, bu, kalau harus menerima-nerima saja apa yang kau bilang. Aku manusia. Aku harus berpikir. Aku harus tahu mengapa begini, mengapa begitu. Namun, pikiran itu hanya sebatas di pikirannya saja, tidak pernah keluar.

Sebuah nama, sebuah cerita. K

Kata sebuah lagu sih gitu.

Mungkin dengan nama ini, dia ditakdirkan untuk menjalani hidup seperti ini.




-Prima, yang sedang menerawang

July 8, 2014

Pre-decision 01



Aku menatap dinding kamarku dalam diam. Merasakan sakit luar biasa yang entah bagaimana terasa begitu nyata dalam kondisi fisikku yang dapat dikatakan baik-baik saja. Perih.
“Jahat. Kamu jahat. Kamu sangat jahat.”
Kugigit kuat-kuat bibir bawahku demi menahan kata-kata tidak pantas yang telah berkumpul di ujung lidah. Memaksa untuk dimuntahkan begitu saja.
“Kenapa?”
Berulangkali kulayangkan pertanyaan yang tidak mungkin terjawab dengan sendirinya. Kurasakan kedua mataku mulai memanas. Aku sama sekali tidak berniat untuk menahannya kali ini.


Klia?
Sontak Klia tersadar dari lamunannya dan memutar kepala untuk melihat siapa yang memanggilnya.

Ah, Padma. Kenapa kau bisa ada di sini?
Padma mengernyit mendengarnya, membuat Klia segera menyadari kesalahan kalimat pertanyaan yang ditelepatikannya.

Eh maksudku, maksudku tumben kau ke sini umm pagi-pagi begini?
Padma tersenyum. Senyuman manis yang terasa getir.

Leo memanggilku. Dia memintaku untuk datang.
Klia mematung selama beberapa milidetik sebelum akhirnya berhasil memaksakan seulas senyum balasan.
Oh? Kalau begitu tunggulah di sini. Aku akan memanggil Leo. Laki-laki dandy itu bahkan lebih lama berdandan dibandingkan aku, hahaha.
Padma sekali lagi tersenyum. Kali ini senyuman lebar yang sedikit memperlihatkan deretan gigi depannya.
Siapa yang kau maksud, huh? Sembarangan saja mengataiku laki-laki dandy. Aku kan harus membereskan peralatan makan kita dulu, wajar saja aku butuh waktu sedikit lebih lama untuk bersiap-siap. Ingat ya, sedikit.
Klia memberengut sambil mengusap-usap kepalanya yang baru saja mendapat jitakan pelan dari laki-laki yang menjadi pembicaraan mereka. Tanpa mengindahkan kekesalan Klia, Leo bergegas menghampiri Padma dan mengalungkan lengan kanannya ke leher gadis itu.
Hai, selamat pagi. Kau cantik sekali pagi ini.
Padma menunduk dan tersenyum malu. Aliran darahnya berpacu dan berkumpul di sekitar pipinya, menampakkan semburat merah muda yang memesona.
A… ah, berhentilah merayuku. Ini bahkan masih pagi, Leo!
Padma menarik paksa lengan kokoh yang melingkari lehernya dan melepaskannya.
Cih, dasar tukang gombal.
Leo memutar kepalanya menghadap Klia yang terlihat masih mencibir padanya. Kedua tangan perempuan itu bersedekap di depan dada dengan pandang merendahkan yang jelas-jelas terarah padanya.
Hei, jaga bicaramu. Memang apa salahnya kalau aku jadi tukang gombal di depan kekasihku sendiri? Bilang saja kau ingin kugombali, hmm?
Klia langsung membelalakkan matanya. Sejurus kemudian perempuan itu mendengus keras.
Jangan mimpi.
Leo hanya merotasikan kedua bola matanya dengan malas.
Terserahmulah.
Hei hei, kalian ini seperti anak kecil saja. Sudahlah, aku datang ke sini pagi-pagi bukan untuk melihat pertengkaran kalian. Bagaimana kalau kita berjalan-jalan saja? Aku punya suatu tempat yang ingin kukunjungi dan kuperlihatkan pada Klia.
Padma berusaha mencairkan suasana yang mendadak terasa tidak nyaman itu. Lagipula apa yang ditelepatikannya juga benar. Ia merasa risih melihat pertengkaran keduanya.
Oh? Kau ingin mengajakku kemana? Apa ada tempat di dunia an… eh mm, spesial ini yang belum kudatangi?
Rupanya Klia tertarik dengan ajakan Padma. Ia tidak lagi memikirkan peran Padma dan kerumitan peran mereka bertiga yang sedari kemarin terus memenuhi kepalanya.
Sebaiknya kau ikut aku. Aku pastikan kau akan menyukai tempat itu. Sangat menyukainya. Ayo!
Tanpa memedulikan Leo yang sedang bersama mereka, kedua perempuan itu bergegas keluar rumah dan berjalan beriringan dengan langkah riang. Meninggalkan Leo yang mencibir melihat kelakuan mereka.
Dasar perempuan. Selalu seenaknya sendiri. Huh!

Illusional Fiction. Powered by Blogger.