Dia melihatku.
Dia melihatku lagi.
Kenapa dia tidak melihatku lagi?
Rasanya ada ruang yang tidak terisi ketika dia tidak melihatku. Tubuhku menginginkan sesuatu untuk mengisi ruangan itu. Ruangan yang hanya aku yang tau. Tubuhku bergidik sangat menginginkannya.
Dia tersenyum.
Ah, Dia melihatku lagi.
Dia........tersenyum padaku.
Dia berjalan ke arahku sambil membawa senyuman itu .
Akan kah dia memberikan senyumannya itu kepadaku untuk ku simpan selamanya? Aku siap untuk menyimpan senyuman itu untuk selamanya. Senyumnya dapat menghidupiku. Aku suka senyumnya. Mungkin hanya karena aku suka Dia.
Suatu aroma menusuk hidungku ketika Dia berada di setengah perjalanan menujuku. Aromanya menenangkan. Hidungku mengingingkan aroma itu tinggal di sana untuk selamanya, agar bisa ia ciumi. Aku tidak bergerak agar hidungku dapat mencium aromanya sampai aroma itu hilang. Namun, aroma itu tidak menghilang atau berkurang. Aroma itu semakin lama semakin kuat. Aku tidak pernah tau aroma apa ini. Jika memang Dia menggunakan parfum mahal, aku rasa aromanya tidak akan sekuat ini. Apakah ini perpaduan antara parfum dan tubuhnya? Rasanya aku ingin memiliki keduanya. Aku harus memilikinya.
Dia tepat 10 langkah di depanku.
9 langkah.
8.
7.
Pikiranku kacau. Aroma dan senyumnya mematikanku., Aku lupa berapa langkah lagi dia kepadaku. Aku ingin berlari langsung ke arahnya. Mendekap tubuhnya. Menyerap semua aroma yang ada di tubuhnya. Membiarkan Dia tetap berada dalam tubuhku.
Dia tepat berapa 1 langkah di depanku.
Dia tepat di hadapanku.
Dia berhenti.
Baru kusadari kalau dari tadi pandanganku tepat lurus ke arah depan. Aku tidak melihat senyumnya secara langsung, namun senyumnya itu membekas di ingatan. Aku tidak perlu susah payah mengingat senyumnya karena tanpa perlu usaha, senyumnya muncul, di benakku.
Aku mendongakkan kepalaku. Lehernya. Bibirnya. Hidungnya. Matanya. Ya, matanya. Mata berwarna coklat itu memandangku dengan tajam namun hangat. Aku mati di dalam. Aku ingin pura-pura, atau mungkin secara benar jatuh agar dia datang menopangku. Tapi kepalaku menahanku untuk jatuh. Mataku membalas ketajaman dan kehangatan tatapannya. Aku mulai memburu ke semua penjuru wajahnya. Aku suka alisnya. Ada 2 titik hitam di pelipisnya, tidak terlalu besar, aku baru sadar dia memilikinya.
Tatapannya.
Senyumannya.
---
"Halo, apa kabar?", sambil tersenyum Dia mengangkat tangannya untuk menjabat tanganku.
Dia melihatku lagi.
Kenapa dia tidak melihatku lagi?
Rasanya ada ruang yang tidak terisi ketika dia tidak melihatku. Tubuhku menginginkan sesuatu untuk mengisi ruangan itu. Ruangan yang hanya aku yang tau. Tubuhku bergidik sangat menginginkannya.
Dia tersenyum.
Ah, Dia melihatku lagi.
Dia........tersenyum padaku.
Dia berjalan ke arahku sambil membawa senyuman itu .
Akan kah dia memberikan senyumannya itu kepadaku untuk ku simpan selamanya? Aku siap untuk menyimpan senyuman itu untuk selamanya. Senyumnya dapat menghidupiku. Aku suka senyumnya. Mungkin hanya karena aku suka Dia.
Suatu aroma menusuk hidungku ketika Dia berada di setengah perjalanan menujuku. Aromanya menenangkan. Hidungku mengingingkan aroma itu tinggal di sana untuk selamanya, agar bisa ia ciumi. Aku tidak bergerak agar hidungku dapat mencium aromanya sampai aroma itu hilang. Namun, aroma itu tidak menghilang atau berkurang. Aroma itu semakin lama semakin kuat. Aku tidak pernah tau aroma apa ini. Jika memang Dia menggunakan parfum mahal, aku rasa aromanya tidak akan sekuat ini. Apakah ini perpaduan antara parfum dan tubuhnya? Rasanya aku ingin memiliki keduanya. Aku harus memilikinya.
Dia tepat 10 langkah di depanku.
9 langkah.
8.
7.
Pikiranku kacau. Aroma dan senyumnya mematikanku., Aku lupa berapa langkah lagi dia kepadaku. Aku ingin berlari langsung ke arahnya. Mendekap tubuhnya. Menyerap semua aroma yang ada di tubuhnya. Membiarkan Dia tetap berada dalam tubuhku.
Dia tepat berapa 1 langkah di depanku.
Dia tepat di hadapanku.
Dia berhenti.
Baru kusadari kalau dari tadi pandanganku tepat lurus ke arah depan. Aku tidak melihat senyumnya secara langsung, namun senyumnya itu membekas di ingatan. Aku tidak perlu susah payah mengingat senyumnya karena tanpa perlu usaha, senyumnya muncul, di benakku.
Aku mendongakkan kepalaku. Lehernya. Bibirnya. Hidungnya. Matanya. Ya, matanya. Mata berwarna coklat itu memandangku dengan tajam namun hangat. Aku mati di dalam. Aku ingin pura-pura, atau mungkin secara benar jatuh agar dia datang menopangku. Tapi kepalaku menahanku untuk jatuh. Mataku membalas ketajaman dan kehangatan tatapannya. Aku mulai memburu ke semua penjuru wajahnya. Aku suka alisnya. Ada 2 titik hitam di pelipisnya, tidak terlalu besar, aku baru sadar dia memilikinya.
Tatapannya.
Senyumannya.
---
"Halo, apa kabar?", sambil tersenyum Dia mengangkat tangannya untuk menjabat tanganku.
0 comments:
Post a Comment
Here in Illufiction, we love comments! Please tell us what you think about this post :)