Parfum beraroma maskulin kurasakan
tercium semakin pekat seiring dengan kedatangannya. Tanpa perlu mencari tahu
pun aku mampu menebak siapa gerangan sang penebar aroma maskulin itu kalau
bukan dirinya.
"Hai"
Kutolehkan kepala dan kudapati badannya
yang terbalut seragam sekolah berwarna putih berada di hadapanku. Tidak sedekat
yang kalian pikirkan, tetapi terasa pas bagiku.
"Hai juga"
Ia sedikit menekuk lututnya agar
dapat menyejajarkan kedua matanya dengan milikku. Dan pandangan kami pun bertemu.
Halo? Hai? Klia? Apa kau sadar?
Halo? Hai? Klia? Apa kau sadar?
Leo menggoyangkan tangan kanannya ke atas dan ke bawah demi menarik perhatian sosok yang beberapa hari lalu ditemuinya.
Hah? Tentu saja aku sadar! Sedang apa kamu di sini?
Klia, sosok itu, menoleh cepat ke arah lawan bicaranya. Garis-garis halus bergelombang tercetak halus di keningnya.
Leo mendudukkan diri di samping Klia dan menatap lurus ke depan, seperti yang Klia lakukan sebelum menyadari kedatangannya.
Ah, ya betul juga. Sepertinya aku belum terbiasa dengan statusmu itu.
Klia menganggukkan kepalanya pelan, lebih menujukan pernyataan itu kepada dirinya. Mendadak sekelebat pemikiran menghampiri Klia dan menggugah keingintahuannya.
Kalau kau adalah penjagaku, lalu siapa penjagamu? Dan siapa yang harus kujaga?
Leo tertawa menanggapi pertanyaan Klia. Respon yang tidak sesuai ini jelas membingungkan bagi Klia. Bukankah pertanyaannya wajar?
Hahaha, pertanyaanmu aneh! Di dunia ini, manusia seperti kita hanya memiliki satu peran, atau status kalau mengutip istilahmu, dengan satu kewajiban utama. Peranku adalah penjagamu, dan tentu saja kewajiban utamaku adalah menjagamu. Karena alasan itu maka aku tidak memiliki penjaga sepertimu. Akulah sang penjaga. Sementara kamu adalah yang dijaga, dan dengan kata lain kamu tidak memiliki siapapun yang harus dijaga. Apa kamu paham?
Kali ini Klia memfokuskan pandangannya pada Leo, berharap mendapat penjelasan lebih lanjut mengenai jawaban laki-laki itu. Namun hanya keheningan yang melingkupi keduanya.
Kenapa bisa seperti itu?
Klia memutuskan untuk bertanya setelah beberapa saat penjelasan yang ditunggunya tidak juga keluar dari apapun-itu-nama-organ-telepati sang penjaganya.
Hmm.. Entahlah. Hal ini mungkin.. semacam.. aturan?
Jawaban Leo terdengar kurang meyakinkan, seolah menggambarkan keraguan yang entah darimana datangnya menyelimuti pikiran laki-laki tersebut atas peran dan tanggung jawab utamanya.
Klia mendengus dan memalingkan wajah saat mendengar jawaban itu.
Sebenarnya sudah berapa lama kamu ada di dunia aneh ini?
Sejenak Leo berbalik memandangi Klia dan kemudian kembali mengarahkan pandangannya ke arah semula. Klia memerhatikan kalau sosok sang penjaganya itu sedikit mengerutkan kening dan menyipitkan mata sebelum menjawab pertanyaan yang baru saja ditelepatikan.
Sepertinya.. hanya beberapa saat setelah kamu ada. Ya, kupikir dia membuatku ada setelah melihatmu merasa kecewa atas kekuranganmu yang tidak mampu bersuara.
Klia spontan membelalak dan membuka mulutnya.
Ap.. apa?! Beberapa saat.. setelah aku.. ada? Setelah aku? Jadi kamu ada setelah aku?!
Leo mengangguk membenarkan. Laki-laki itu sedikit kebingungan melihat keterkejutan Klia yang baginya terasa janggal.
Ya. Kenapa kamu sekaget itu? Bukankah keadaan mengada-ku biasa-biasa saja? Hal yang lumrah?
Klia hendak berseru dan membantah kelumrahan yang dimaksud Leo sebelum akhirnya menyadari gerakan mulutnya untuk meneriakkan seruan dan bantahan itu tidak membantu apa-apa karena memang tidak ada suara yang keluar.
Lumrah? Ya Tuhan, Leo! Apanya yang lumrah? Kau baru ada setelah aku ada, tetapi kau langsung mengenaliku! Bahkan kau langsung mengatakan stat.. maksudku peranmu dan tugasmu menjagaku. Apa hal itu yang kamu maksud sebagai hal yang lumrah?
Kali ini giliran Leo yang terbelalak dan ternganga. Sedetik kemudian tawa laki-laki itu meledak mendengar penjelasan berapi-api dan sedikit histeris yang ditelepatikan lawan bicaranya.
Hahaha, kamu aneh sekali Klia! Tentu saja pengadaan itu lumrah. Coba kamu bayangkan, kalau aku yang ada lebih dulu dengan peranku saat ini sebagai penjaga seorang manusia bernama Achlys Alienor, lalu aku harus menjaga siapa saat kamu belum ada?
Klia hanya balas menatap Leo dalam kebingungan yang semakin menjadi-jadi. Leo menghela napas dan mencoba mencari perumpamaan sederhana agar mudah dipahami Klia.
Umm, begini. Bayangkan kalau kamu adalah dokter yang harus menyembuhkan orang sakit. Jadi peranmu adalah dokter dan tugasmu adalah menyembuhkan orang sakit. Lalu bagaimana bisa kamu melakukan tugasmu kalau orang sakitnya saja tidak ada atau belum ada? Nah, itu juga yang terjadi saat pengadaanku.
Klia terpaku mendengar penjelasan Leo. Otaknya berusaha mencerna informasi mengenai proses pengadaan yang dimaksud. Apakah proses pengadaan ini sama dengan proses penciptaan?
Tapi.. tapi kenapa?
Apanya yang kenapa?
Kenapa aku tidak ingat apapun tentang pengadaan itu? Apakah prosesnya berbeda antara penjaga dan yang dijaga?
Leo terdiam mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya ia sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi di dunia tempat mereka berada. Yang ia tahu adalah namanya, perannya, tugas utamanya, serta sosok yang akan berkaitan erat dengannya. Laki-laki itu tidak mau terlalu ambil pusing mengenai hal-hal lain di luar keempat hal tersebut.
“Kamu melamun lagi?”
Ia kembali berdiri dan memutus kontak mata kami. Tubuhnya berjalan memutar lalu menempatkan diri di sampingku. Kedua mataku mengikuti arah pergerakannya, seolah takut sosoknya mendadak lenyap.
“Nggak, aku nggak melamun.”
Ia tersenyum kecil menanggapi jawabanku. Kedua tangannya menarik tanganku, menggenggamnya, dan meremasnya dengan lembut.
“Dasar pembohong yang payah.”
Jangan pergi.
Leo menoleh dengan cepat, memastikan dirinya tidak salah menangkap apa yang baru saja ditelepatikan Klia.
Apa?
Klia kembali membisu. Ia menarik kedua kakinya mendekati dada dan menguncinya dengan kaitan kedua lengannya. Klia mendesah pelan.
Jangan pergi. Apapun yang terjadi, kumohon jangan pernah pergi. Jangan tanya ada apa, yang jelas aku tidak ingin kamu pergi.
Leo melemaskan bahunya yang sempat terasa tegang. Ia tersenyum dan menjulurkan tangan kanannya ke kepala Klia, mengacak lembut rambut gadis itu yang terlihat sedikit berantakan akibat tiupan angin di tempat mereka berada.
Tenanglah, aku tidak akan pergi. Bukankah aku adalah penjagamu? Bagaimana bisa seorang penjaga meninggalkan seseorang yang harus dijaganya?
Klia tersenyum lega mendengarnya. Meski ia belum juga memahami apa yang menyebabkannya tercipta di dunia serba membingungkan ini, setidaknya ia tidak akan pernah sendirian. Akan selalu ada Leo di sampingnya.
“Kamu mau kemana?”
Segera kutahan tangannya saat ia memutuskan untuk berdiri dan tidak lagi melihat ke arahku. Dapat kudengar adanya sedikit ketakutan dalam suaraku sendiri saat menanyakan hal tersebut.
“Ke kamar mandi. Kamu mau ikut?”
Ia memandangku sambil menaik-turunkan kedua alisnya penuh arti. Bibirnya tampak menegang dan bergetar seolah menahan tawa yang hendak meledak. Aku mencibir dan langsung melepaskan tangannya.
“Pergi saja sendiri.”
Ia memandangku sekali lagi, masih dalam tatapannya yang kentara sekali bermaksud menggodaku akibat menahannya pergi.
“Sudah sana, jangan terlalu lama melihatku seperti itu. Aku nggak tanggung jawab kalau kamu jadi suka padaku.”
Aku menoleh padanya dan melayangkan tatapan galak seolah memintanya untuk segera pergi. Tetapi ia membalas tatapanku dengan lengkungan kecil. Sorot matanya mendadak berubah menghanyutkan.
“Jadi jelas sudah ada seseorang yang harus bertanggung jawab di sini karena telah membuatku menyukainya.”
Klia, sebaiknya kita pulang sekarang.
Sosok yang dipanggil Klia menoleh dan menatap penuh tanya pada laki-laki yang sedari tadi berada di sampingnya.
Pulang? Memangnya aku punya tempat untuk pulang? Semacam.. apa itu namanya? Ru.. Ru..
Rumah. Tentu saja kamu punya rumah! Manusia macam apa yang tidak punya rumah?
Leo perlahan menggeliat dan menegakkan tubuhnya. Ia merentangkan kedua tangannya ke atas, memutar badannya ke kanan dan kiri dengan posisi kaki tetap tegak menghadap ke depan, terakhir memutar lehernya sampai terdengar bunyi berkeretak pelan dari tulang-tulangnya.
Aku baru tahu kalau aku punya rumah. Apa kamu juga punya rumah?
Klia masih setia dalam posisi duduknya sambil memandangi Leo yang tengah meregangkan otot-otot tubuhnya.
Tentu saja. Memangnya selama ini kamu beristirahat dimana? Di padang ini? Tidak kan? Yah, kecuali kamu melakukannya tanpa sepengetahuanku.
Leo menghentikan aktivitas peregangannya dan mengulurkan tangan kanannya pada Klia, meminta sosok itu untuk segera berdiri dan mengikuti ajakannya. Klia menerima uluran tangan tersebut dan berdiri dalam hentakan cepat akibat ditarik dengan cukup kuat oleh Leo.
Aaw! Aduh, bisakah kamu menarik sedikit lebih pelan? Huh.
Hahaha, maaf, aku tidak sengaja.
Leo tertawa lepas, membiarkan sederet gigi putihnya menyembul keluar. Caranya tertawa membuat Klia menyunggingkan seulas senyum dan menghilangkan kekesalan yang semula dirasanya.
Yuk pulang!
Leo kembali menarik tangan Klia –kali ini dalam sentakan pelan yang tidak menyakitkan- dan mengajak gadis itu untuk mengikutinya menuju sebuah tempat yang diketahuinya sebagai rumah Klia.
Sepanjang perjalanan yang dapat dikatakan singkat itu terasa sebagai sebuah kenyamanan dan ketenangan oleh Klia saat tangannya selalu terpaut dalam genggaman Leo. Entah dasar perasaan apa yang menjadi sumbernya, Klia tidak peduli. Dan kenyamanan serta ketenangan itu harus terputus ketika Leo menghentikan langkahnya pada sebuah bangunan tidak bertingkat yang terlihat sederhana dengan baluran cat berwarna biru pudar di hadapan mereka.
Tadaa! Welcome home, Klia.
Leo merentangkan kedua tangannya dan memperlihatkan raut wajah sumringah saat mengenalkan status bangunan tersebut pada Klia. Klia hanya mampu membalas dengan segaris senyum yang terlihat sedikit dipaksakan. Tetapi sepertinya Leo tidak terlalu memerhatikan hal itu karena laki-laki tersebut langsung berlari masuk ke halaman kecil yang terletak tepat di sepanjang bagian depan rumahnya.
Jadi.. ini rumahku?
Klia melangkah mendekati Leo yang terlihat sedang memasukkan kunci ke lubang pintu rumahnya. Seketika laki-laki itu membalikkan badan dan menatap Klia keheranan.
Ya.. dan tidak. Benar ini rumahmu, tetapi ini juga rumahku. Jadi mungkin lebih tepat kalau disebut ini rumah kita.
Lagi dan lagi Klia dibuat terperanjat dengan kenyataan yang disampaikan Leo padanya.
Apa? Ini rumah kita? Kita.. tinggal dalam satu rumah? Kau dan aku? Bagaimana bisa?
Ya tentu saja karena aku adalah penjagamu. Ya Tuhan, harus berapa kali kusampaikan itu padamu, huh?
Leo memutar bola matanya dan memutar anak kunci pintu rumah Klia. Koreksi, pintu rumah Klia dan Leo, pintu rumah mereka. Setelah terdengar bunyi klik pelan, Leo mendorong pintu itu dan membukanya lebar-lebar. Tanpa rasa ragu, ia melangkah masuk dan meninggalkan Klia yang masih terdiam di depan pintu.
Hei, ayo masuk! Udara di luar makin dingin, nanti kamu sakit.
Leo kembali mendatangi pintu yang masih terbuka dan menarik Klia masuk ke dalam. Meski masih tersimpan keraguan dan kebingungan dalam pikiran Klia, tetapi gadis itu memutuskan untuk mengikuti langkah Leo menuju ruangan dengan banyak perabotan makan dari logam dan kayu. Klia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang terlihat familiar baginya.
Ini..
Ruang makan. Tepatnya ruang makan yang tergabung dengan dapur.
Leo melanjutkan kalimat Klia tanpa melihat ke arah gadis itu. Ia langsung menuju ke salah satu lemari kayu yang tergantung di dinding dan meraih dua cangkir lalu menatanya berdampingan. Klia berjalan mendekat dan memerhatikan apa yang sedang dilakukan Leo.
Kamu mau membuat apa?
Coklat panas untuk kita. Duduklah dan cobalah untuk rileks.
Klia dapat melihat Leo menjerang air dalam wadah bulat kecil yang diletakkan di atas kompor. Selanjutnya laki-laki itu membuka salah satu lemari kayu lainnya dan menarik dua kemasan coklat bubuk dari dalamnya. Leo membuka ujung dari masing-masing kemasan dan menuangkan isinya ke dalam cangkir.
Merasa Klia masih saja berada di sampingnya, laki-laki itu menoleh dan tersenyum.
Duduklah Klia, sebentar lagi coklat panas ini jadi dan kita bisa menikmatinya bersama.
Mau tidak mau Klia menurut dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi makan yang tersedia di sana. Tak lama kemudian Leo menyusulnya dan meletakkan dua cangkir berisi coklat panas yang masih mengepul di atas meja. Ia menyorongkan salah satunya pada Klia.
Terima kasih.
Your welcome.
Leo tersenyum dan mengangkat cangkirnya mendekati mulut. Uap panas cairan berwarna coklat itu menerpa hidungnya dan memaksa laki-laki itu untuk mengurungkan niatnya meminum racikannya tersebut. Tak urung Klia tersenyum geli mendapati pemandangan itu.
Mm, Leo? Boleh aku bertanya?
Apa?
Kita tinggal dalam satu rumah, apa kita.. apa kita juga.. tidur dalam.. satu kamar?
Leo mendongak, mengalihkan perhatiannya dari secangkir coklat panas di hadapannya. Ia menatap Klia dalam sorot mata yang tidak dapat diartikan. Perlahan ia memajukan badannya mendekati Klia. Gadis itu spontan memundurkan tubuhnya dan membuang muka dalam usahanya menghindari kontak mata dengan Leo.
Tidak. Kita tidak tidur dalam satu kamar, meski pada kenyataannya kamar kita berdekatan. Secara teknis mungkin kita sebenarnya tidur dalam satu kamar karena kamarku dan kamarmu hanya dipisahkan sebuah pintu geser dari kanvas berlukiskan bunga sakura, bunga kesukaanmu.
Leo mengedipkan salah satu matanya dan tersenyum menggoda. Ia kembali menarik tubuhnya menjauhi Klia dan berfokus pada coklat panasnya. Klia menghembuskan napas dan kembali menegakkan tubuhnya. Rupanya tadi ia sempat menahan napas melihat arah pergerakan Leo yang terbilang mencurigakan.
Oh, syukurlah. Setidaknya kita.. mm.. terpisah.
Leo mengabaikan respon Klia dan menyeruput pelan minumannya. Melihat itu, Klia mengikuti apa yang dilakukan Leo. Seteguk demi seteguk cairan manis itu turun melewati tenggorokannya dan memberikan sensasi hangat pada tubuhnya. Tanpa sadar ia telah menghabiskan minumannya. Klia mendesah kecewa dan meletakkan kembali cangkir kosong itu pada tatakannya.
Sebagai perempuan, kamu jorok juga. Lihat sisa-sisa coklat yang menempel di sekitar mulutmu, ckck.
Leo menghentikan aksi minumnya dan mengusap area di sekitar mulut Klia yang rupanya belepotan oleh coklat. Tubuh Klia mendadak menegang begitu ibu jari Leo menyentuh wilayah sensitifnya. Ia menarik napas dan sesaat matanya bersitatap dengan manik hitam milik Leo.
”Kau.. menyukaiku?”
Sejujurnya aku merasa senang saat ia mengungkapkan perasaannya, meski tidak secara langsung. Bagaimanapun aku adalah seorang perempuan, karena itu aku berusaha menjaga sikap dan nada bicaraku agar terlihat biasa saja. Namun kesan itu gagal kuciptakan karena ia kembali menyetarakan tingginya dengan posisiku dan menantang arah tatapanku.
“Ya, aku menyukaimu.”
0 comments:
Post a Comment
Here in Illufiction, we love comments! Please tell us what you think about this post :)