Menurut cerita, what goes around comes back around.
Seharusnya aku percaya ungkapan tersebut sejak awal, sejak aku bisa berpikir dengan kepala aku sendiri.
**
Akhir-akhir ini pikiranku terusik. Banyak hal yang masuk ke kepala, sedangkan aku selalu menolak semua itu. Semakin aku menolak, semakin aku terpikir karena hal tersebut.
Sudah tidak asing ketika seorang wanita mendekatiku. Mereka bilang aku misterius. Ketika mereka bilang seperti itu, aku selalu tertawa ketus, sambil meninggalkan mereka dengan 'kekagumannya'. Kebanyakan alasan yang aku tau kenapa mereka mendekatiku karena aku memiliki muka cina. Muka cina ini sedang marak berseliweran di internet karena segala sesuatu yang berasal dari korea. Katanya dramanya bagus, kata Doko. Dia memberikanku beberapa keping DVD dengan judul yang berbeda. Pada akhirnya aku entah menyimpan dimana kepingan-kepingan tersebut dan ketika ditanya, aku selalu menghindar. Doko selalu menceramahiku kalau aku tidak melakukan hal-hal yang dia sukai.
Muka cina.
Se-spesial itu kah? Bahkan aku ingin melakukan operasi plastik agar terlihat lebih pribumi. Namun, setelah ku pikirkan, aku tidak akan beda jauh dengan orang-orang cina lain, suka operasi plastik. Mengubah bentuk wajah. Mengubah penampilan wajah. Mengubah hoki, katanya.
Suatu hari, datang lah dia. Dia yang dalam beberapa bulan terakhir mendekat. Aku selalu menjauh, tapi dia selalu mendekat. Dia selalu menyapaku, cih, basa-basi, pikirku. Dia berperawakan tinggi, kulit putih pucat. Dia bukan cina, tapi kulitnya putih seperti tidak pernah bermain di bawah matahari sejak kecil. Kulit mukanya memerah setiap dia menyapaku, yang aku tau kulitnya tidak pernah semerah itu ketika aku perhatikan dari jauh. Ah, kenapa aku jadi memperhatikan dia?
"Hey, Prim. Sendiri aja lo? Mana soulmate lo, si Handoko?".
Aku pikir, itu adalah pertanyaan yang paling retoris yang pernah aku dengar seumur hidupku.
"Hebat ya, lo bisa betah sama dia. Bawelnya kan minta ampun. Duh!", sambil berbicara, dia duduk di bangku di depanku tanpa persetujuan siapapun. Dia memandangku. Aku bisa melihat matanya dengan jelas. Pupilnya sedikit demi sedikit membesar di antara warna coklat tidak terlalu tua yang ada di sekitarnya. Aku bisa melihatnya karena matanya tidak se-coklat gelap mataku dan orang lain, yang biasa ada di lingkungan kami.
Kami...
Sejak kapan pembicaraan ini menjadi kami?
"Eh, kita belum pernah ngabisin waktu bareng nih. Next weekend, jalan yuk? What do you think?"
Aku hampir tersedak air mineral yang sedang ku minum. Dia langsung mengambil tissue untuk mengelap air yang berlumuran di muka dan bajuku. Kemudian dia sadar, untuk apa mengelap air di bajuku. Seketika dia memberikan tissue itu kepadaku. Aku menerimanya. Kami diam.
Aku tidak pernah merasakan perasaan hangat seperti ini. Rasa hangat ini bukan dari panas matahari, aku yakin. Apakah dia merasakan kehangatan ini?
Seharusnya aku percaya ungkapan tersebut sejak awal, sejak aku bisa berpikir dengan kepala aku sendiri.
**
Akhir-akhir ini pikiranku terusik. Banyak hal yang masuk ke kepala, sedangkan aku selalu menolak semua itu. Semakin aku menolak, semakin aku terpikir karena hal tersebut.
Sudah tidak asing ketika seorang wanita mendekatiku. Mereka bilang aku misterius. Ketika mereka bilang seperti itu, aku selalu tertawa ketus, sambil meninggalkan mereka dengan 'kekagumannya'. Kebanyakan alasan yang aku tau kenapa mereka mendekatiku karena aku memiliki muka cina. Muka cina ini sedang marak berseliweran di internet karena segala sesuatu yang berasal dari korea. Katanya dramanya bagus, kata Doko. Dia memberikanku beberapa keping DVD dengan judul yang berbeda. Pada akhirnya aku entah menyimpan dimana kepingan-kepingan tersebut dan ketika ditanya, aku selalu menghindar. Doko selalu menceramahiku kalau aku tidak melakukan hal-hal yang dia sukai.
Muka cina.
Se-spesial itu kah? Bahkan aku ingin melakukan operasi plastik agar terlihat lebih pribumi. Namun, setelah ku pikirkan, aku tidak akan beda jauh dengan orang-orang cina lain, suka operasi plastik. Mengubah bentuk wajah. Mengubah penampilan wajah. Mengubah hoki, katanya.
Suatu hari, datang lah dia. Dia yang dalam beberapa bulan terakhir mendekat. Aku selalu menjauh, tapi dia selalu mendekat. Dia selalu menyapaku, cih, basa-basi, pikirku. Dia berperawakan tinggi, kulit putih pucat. Dia bukan cina, tapi kulitnya putih seperti tidak pernah bermain di bawah matahari sejak kecil. Kulit mukanya memerah setiap dia menyapaku, yang aku tau kulitnya tidak pernah semerah itu ketika aku perhatikan dari jauh. Ah, kenapa aku jadi memperhatikan dia?
"Hey, Prim. Sendiri aja lo? Mana soulmate lo, si Handoko?".
Aku pikir, itu adalah pertanyaan yang paling retoris yang pernah aku dengar seumur hidupku.
"Hebat ya, lo bisa betah sama dia. Bawelnya kan minta ampun. Duh!", sambil berbicara, dia duduk di bangku di depanku tanpa persetujuan siapapun. Dia memandangku. Aku bisa melihat matanya dengan jelas. Pupilnya sedikit demi sedikit membesar di antara warna coklat tidak terlalu tua yang ada di sekitarnya. Aku bisa melihatnya karena matanya tidak se-coklat gelap mataku dan orang lain, yang biasa ada di lingkungan kami.
Kami...
Sejak kapan pembicaraan ini menjadi kami?
"Eh, kita belum pernah ngabisin waktu bareng nih. Next weekend, jalan yuk? What do you think?"
Aku hampir tersedak air mineral yang sedang ku minum. Dia langsung mengambil tissue untuk mengelap air yang berlumuran di muka dan bajuku. Kemudian dia sadar, untuk apa mengelap air di bajuku. Seketika dia memberikan tissue itu kepadaku. Aku menerimanya. Kami diam.
Aku tidak pernah merasakan perasaan hangat seperti ini. Rasa hangat ini bukan dari panas matahari, aku yakin. Apakah dia merasakan kehangatan ini?
0 comments:
Post a Comment
Here in Illufiction, we love comments! Please tell us what you think about this post :)