Welcome, Lonely Hearts, to the place where loneliness is celebrated. Rejoice, for your search and longing is the sign that you are living.

You might think this is just an illusion. Who knows, it might be your reflection

May 18, 2014

Tentang Wanita

"All women become like their mothers. That is their tragedy. No man does. That's his." - Oscar Wilde

 **

Wanita.

Banyak yang bilang kalau wanita itu adalah suatu keindahan, terutama laki-laki yang bilang. Bagiku, semua wanita sama. Banyak maunya dan fake. Even my mother, he's truly a faker.

Ibuku selalu bilang kalau dia gak butuh laki-laki lain untuk menghidupi kami. Namun, aku selalu melihat dia menangis di beberapa malam, ketika istri dari laki-laki yang sering ke rumahku datang. Ketika Ibu gak butuh laki-laki, selain aku, kenapa Ibu harus menangisi dia? Dia yang sering Ibu bilang tidak ada hubungan apa-apa. Saat itu aku merasa kalau Ibu memang memiliki apa-apa, yang mungkin dia sendiri tidak mengetahuinya.



**

"Prim, katanya si Edi baru putus dari cewenya. Gila ya, setelah putus nyambung sekian lama akhirnya udahan juga. Semoga aja dia sadar sih kalau cewenya gak worth buat dipertahanin."

"Terus?" entah kenapa beberapa hari ke belakang aku lebih sering ngerespon Doko dari biasanya. Aku ngerasa dengan respon seperti ini, intensitas omelannya setidaknya berkurang.

"Ya, gitu deh. Masa lu mau pacaran sama cewe bekas cowo-cowo gak jelas? Pas lu mau nyium dia, eh, ternyata udah ada bekas orang lain di bibirnya. Gak cuma satu pula bekasnya. Lu mau ciuman secara gak langsung sama cowo-cowo itu? Gue sih ogah"

"..." aku diam.

"Eh, by the way, lu pernah pacaran ga sih, Prim?"

"It's not your business." respon terpanjang yang aku berikan selama hari ini.

"Serius, lu? Berarti gue anggap belum pernah, ye."

"..."

"Elu, demen banget ngediemin gue. Ngobrol sama sejenis lu aja, bikin orang lain gak tertarik, gimana mau dapet cewe?" aku cuma bisa ngelirik ke dia menandakan kalau dia udah ngelewatin batas privasi aku.

"Elu tau ga sih, ada cewe yang suka sama elu? Masa perlu gue kasih tau. Kan gak asik. Dia kan mainin kode pas deket sama elu."

Kode...

I've heard it before.

Aku pernah berada di situasi dimana aku mendapatkan kode yang menurut dia dan orang lain itu adalah kode. People judges ketika aku gak bisa menerima kode itu. Mereka bilang kalau aku gak peka. Bodo amat, emang aku gak pernah dapet maksud dari kode itu. Sebenernya kan gak selalu harus laki-laki yang bilang suka, perempuan juga bisa. Kenapa harus nunggu laki-laki ngungkapin perasaannya kalau si perempuan suka dan cemas memikirkan apakah laki-laki tersebut menyukai balik dirinya? Kenapa harus melontarkan kode-kode yang untuk laki-laki seperti aku tidak terasa apa-apa. Sometimes, I hate women because of this. Ribet. Kalau suka, bilang. Kalau gak suka juga bilang. Gak perlu lah tusuk-tusuk di belakang orangnya. Dalihnya selalu minta emansipasi atau kesamaan kedudukan dengan laki-laki. Tapi, bilang suka ke laki-laki yang dikecengnya aja gak mau. Takut. Malu. Kalau mau disamain kedudukannya, berarti harus mau juga melakukan hal-hal yang secara umum dilakukan oleh laki-laki.

"Menurut lu, cewe tuh gimana sih, Ko?" dia terperanjat. Terlihat dari air mukanya, kaget. Matanya , mulutnya. Itu kaget. Mungkin dia gak pernah nyangka kalau pada akhirnya aku melontarkan kalimat berupa pertanyaan.

"Ha? Eh... Errrr.... Kenapa lu nanya beginian?"

"Kagak, nanya aja. Dari tadi lu udah cerita soal Edi lah, soal cewe tingkat 2 lah. Rasanya lu nyeritain jelek-jeleknya cewe mulu. Dari bekas lah, apa lah. Kenapa kalau bekas? Kalau handphone bekas, misalnya iPhone, masih mau dipake? Walaupun bekasnya cuma dipegang doang? Kalau cewe? Kalau bekasnya cuma dipegang doang, gak mau?"

"Ha? Lu aneh deh, masa cewe dibandingin sama barang. Gak, itu gak sebanding, gak setara, makanya gue gak akan pernah jawab pertanyaan elu!"

"Kalau menurut gue, kita semua pada dasarnya barang."

"Hahaha gue kaget lu akhirnya bisa ngomong panjang juga sama gue. Jadi lu udah nyaman ya temenan sama gue?"

"..."

"Males ah. Gue gak mau berdebat sama temen gue sendiri. Apalagi soal cewe. Gue gak bisa ngebantah. Gue cuma bisanya cerita, curhat apa yang ada di otak gue. Rasanya gue makin membutuhkan elu deh, Prim. Soalnya, elu yang bisa nguatin atau ngelurusin apa yang gue pikirin." tangan kanannya ada di bahu kiri aku. Dia menatap dengan mata yang dibuat-buat. Doko itu laki-laki bertipe perempuan. Tipe perempuannya yang ada di dalam. Jadi, penampilan fisiknya laki banget, tapi sebenernya di dalam hatinya dia perempuan banget. Gak tegaan.

Iya, gak tegaan. Sampe-sampe dia gak tega buat mutusin mantan pacarnya yang dulu yang selingkuh dari dia. Sekarang aja dia bisa ngomongin orang soal perempuan, padahal dulu aja move on-nya susah.

"Prima. Pada dasarnya setiap argumen itu valid, asal ada buktinya. Kalau gak ada buktinya ya jadi invalid. Salah satu cari buktinya itu bisa dengan berdebat. Tapi, gue maunya argumen-argumen di antara kita selalu valid dengan cara kita masing-masing dan salah satu cara yang gue lakuin adalah gue gak mau berdebat sama lu yang jago banget buat matahin argumen orang. Gue pergi dulu ya, mau ke kelas." Kemudian dia berdiri dan pergi, meninggalkan umpatan-umpatan yang gak pernah aku keluarin dari pikiran aku.

0 comments:

Post a Comment

Here in Illufiction, we love comments! Please tell us what you think about this post :)

Illusional Fiction. Powered by Blogger.