Welcome, Lonely Hearts, to the place where loneliness is celebrated. Rejoice, for your search and longing is the sign that you are living.

You might think this is just an illusion. Who knows, it might be your reflection

March 30, 2014

The reason

Bandung, November 2013

“Oke, yang mendapat sedotan dengan ujung yang sudah digunting, boleh pilih duluan”. Tama menyodorkan sedotan kepada Ari dan Dara. Pembawan Tama yang tenang serta nada bicaranya yang apik kali ini tidak berhasil meredam ketegangan dalam dirinya. Ketegangan yang tampak di wajah ketiganya tak dapat ditampik, namun aura semangat menghadapi tantangan pun begitu kental. Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk dihabiskan seorang diri di tempat asing bersama orang-orang asing. Ketiganya tidak memiliki gambaran mengenai situasi yang akan dihadapi dan tidak memiliki perencanaan mengenai apa yang akan mereka kerjakan, hanya ada tujuan untuk bertindak atas nama keinginan untuk keluar dari rutinitas. 
Dara, Tama, dan Ari saling mengenal karena tergabung dalam kelompok fotografi dan film di kampus tempat mereka kuliah. Sekitar dua tahun yang lalu terdapat satu kejadian yang membuat mereka merasa bahwa mereka harus mencoba peran lain dalam hidup ini dengan melakukan hal di luar rutinitas. Tentunya peran apapun yang akan mereka ambil, mereka berjanji bahwa hal tersebut harus bermanfaat bagi orang lain. Namun, karena alasan akademik, mereka menundanya sampai semuanya lulus. 
“Sekarang pilih sedotannya, semua sudah memegangnya, dan satu...dua...tiga...tarik”, Dara memberikan instruksi pada kedua temannya. Rambut panjannya dibiarkan terurai diantara pundaknya yang tegak dan menutupi sebagian tulang pipinya yang tegas, wajahnya cantiknya tidak dapat menutupi pribadinya yang memang keras. 
“Yes”, Ari menepalkan tangannya kemudian mencium sedotan yang tadi diambilnya. Ia terlihat senang mendapat kesempatan untuk memilih duluan, meskipun ketakutan akan pilihan yang salah terlihat jelas di garis wajahnya. Ari adalah orang yang paling selengean diantara ketiganya, pemikirannya memang dalam, namun ia biasa mengemasnya dalam hal-hal sederhana dan justru terkadang seperti main-main, sehingga terkadang sulit membedakan kapan dia sedang bercanda dan kapan dia sedang serius. 
“Silahkan pilih, Ri. Desa manapun, kota manapun, dimana pun, terserah”, Tama menunggu jawaban Ari. Dara mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, tegang dan tidak sabar mengetahui pilihan Ari. Perjanjian yang mereka buat memang tidak terikat, kapan pun mereka merasa tdak sanggup atau sekedar bosan, mereka boleh berhenti dan kembali menjalankan kehidupan normal. Namun meskipun demikian, ketiganya memiliki komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan kesepakatan ini. 
“Hmm, gue pilih Kota Besar, Jakarta. Jakartanya di sebelah mana, tergantung dimana gue dapet tempat tinggal nantinya”, Ari yang sangat suka dengan tantangan dan hal baru memang tergila-gila dengan istilah 'gimana nanti'. 
“Oke, Jakarta. Selanjutnya, silahkan pilih, Dar. Saya belakangan”, Tama menyodorkan telapak tangannya ke arah Dara tanda mempersilahkan. 
“Aku pilih desa tempat aku dilahirkan, Garut. Aku akan tinggal di rumah keluargaku di sana”, Dara berkata dengan penuh keyakinan, desa yang membiarkan udara sejuknya dihirup oleh dirinya semasa kecil layak mendapatkan imbalan, pikirnya. Selain itu, dia juga mempertimbangkan kodratnya sebagai wanita, meskipun ia memiliki kemampuan bela diri, namun ia tidak ingin disibukkan dengan urusan keamanan dirinya. 
 “Oke, sekarang giliran lo, tam”, Ari dan Dara penasaran dengan pilihan Tama. 
“Baik, saya pilih... Bandung. Saya tidak akan pergi kemana-mana, saya ingin mencoba melakukan hal yang berbeda meskipun berada di tempat yang sama”. Dara dan Tama terperangah mendengar pilihan Ari, mereka sama sekali tidak terpikirkan untuk memilih Kota Bandung yang sudah mereka kenal sejak lama. 
“Perjanjian ini dimulai besok. Kita akan bertemu lagi di tempat ini 6 bulan lagi untuk membicarakan perkembangannya. Kalo ada hal yang urgent, hubungi saya dan kita akan adakan pertemuan, deal?”. Semuanya mengangguk dan tersenyum tanda setuju.

***

0 comments:

Post a Comment

Here in Illufiction, we love comments! Please tell us what you think about this post :)

Illusional Fiction. Powered by Blogger.