Kau pergi. Benar
– benar pergi dan tidak akan pernah kembali. Ralat, tidak dapat kembali. Untuk
selamanya.
Aku mengenalmu,
tetapi tentu saja kau tidak pernah mengenalku. Kita tumbuh besar dan tinggal di
tempat yang berbeda. Meski perbedaan waktu diantara tempat kita tidaklah banyak
berselang. Hanya dua jam. Namun selang waktu dua jam tersebut bahkan membatasi
bahasa yang disebut – sebut sebagai alat komunikasi manusia seperti kita. Aku
hanya sedikit memahami bahasa tempat asalmu, begitupun dirimu yang (sepertinya)
juga hanya sedikit (sekali) memahami bahasa tempat asalku. Hal itu tidak
menjadi masalah karena selama ini aku masih dapat mengetahui kabarmu, masih
dapat melihatmu, masih dapat menyaksikan beberapa rentetan padatnya kegiatanmu.
Secara cuma – cuma. Aku beruntung kan?
Sejujurnya aku
bukanlah penggemarmu. Justru aku lebih menggemari kakak – kakak perempuanmu
yang berwajah cantik, berkulit mulus dengan badan proporsional sesuai patokan standar
tempat asalmu. Namun aku tidak akan menampik jika aku menikmati sejumlah
karyamu. Sangat.
Aku bukan
penggemarmu, tetapi kenapa kepergianmu menyakitiku hingga sedalam ini? Berulang
kali aku mencoba mencari kabar terbaru tentang kepergianmu, yang tidak ingin
kupercayai sampai sekarang. Kau tahu? Bahkan tanpa perlu kuminta, ada banyak
orang menyodorkan berita – berita tentangmu kepadaku. Berita yang tentunya
kusangkal dan kupertanyakan.
Aku ingin
bersikap egois padamu, meski aku bukan penggemarmu. Aku ingin kau tetap ada di
duniaku. Tetap tersenyum padaku, tetap tertawa untukku, tetap berkarya demi
aku. Aku sangat egois, huh?
Sungguh aku bukan
penggemarmu, tetapi kenapa kesakitan yang kau ungkapkan melalui larik kata –
kata juga menyakitiku separah ini? Bahkan sampai pada titik dimana aku
beranggapan aku tidak pantas bahagia karena kau telah mengalami masa – masa
menyakitkan itu. Bagaimana bisa aku tega tersenyum, tertawa, dan merasa bahagia
sementara kau terpuruk tak lagi mampu berdiri. Sesakit itukah?
Setidakmenyenangkan itukah? Sesulit itukah?
Pada akhirnya kau
memutuskan untuk tetap pergi. Tanpa memedulikan kesakitanku, perasaan
kehilanganku. Buat apa? Toh kau pun tidak mengenalku. Bahkan aku ragu kau
mengetahui eksistensiku. Ya sudahlah, lagipula bukan salahmu kalau kau tidak
tahu siapa aku.
Apa kau bahagia
sekarang? Apa kau sudah tidak merasa kesakitan? Apa kau sudah dikelilingi oleh
hal – hal yang menyenangkan?
Aku tidak akan
menghakimimu. Aku tidak akan menyalahkanmu. Kuserahkan semua penilaian dan
penghakiman itu pada Tuhan. Tuhan lebih dari tahu akan kondisimu. Dan kau juga
tahu bukan kalau Tuhan Maha Pemaaf? Meski aku tidak bisa memohonkan maaf
dari-Nya untukmu, namun aku berharap kau dimaafkan untuk segala kesalahan atas
dirimu. Bagiku kau tetap pantas mendapatkan maaf itu.
Jadi, kau benar –
benar telah pergi. Tidak, kau tidak pergi. Kau justru kembali pada tempat asal
penciptaanmu. Tempat yang pastinya lebih indah dibanding tempat asalmu maupun
tempat asalku.
Istirahatlah. Kau
berhak mendapatkan waktu untuk terlelap lama setelah semua kerja keras yang kau
lakukan selama ini. Semoga kesakitan, kepedihan, ketidaknyamanan dan apapun itu
yang membebanimu terlepas sepenuhnya; digantikan dengan ketenangan dan
kedamaian yang akan selalu melingkupimu. Selamat beristirahat…
…Kim Jonghyun-ssi…